Playing God [1/?]

-READ FULL STORY ONLY ON BOOK, BUY NOW!-

The only thing that makes marriage different from being on death row,

is that married people wish they were dead.—

 

 

Limousine itu masih bergerak lurus menembus ke ramaian kota Seoul, Han Cheonsa mengalihkan pandanganya dari jendela dan menatap sosok dingin bernama Cho Kyuhyun yang sudah menjadi suaminya sejak tiga tahun yang lalu. Perjalanan dari klinik dokter pribadi suaminya itu berjalan dengan sangat buruk.

Di tambah dengan hasil uji laboratolium yang membuat suami nya itu menghancurkan ruang klinik itu dengan amukanya.

Limousine itu akhirnya berhenti di sebuah pelataran rumah mewah bernuansa classic-modern. Kyuhyun membanting pintu Limousine itu dengan kasar tanpa memperdulikan Cheonsa yang berjalan di belakangnya dengan putus asa, seluruh pelayan menunduk dengan hormat ketika melihat Kyuhyun dan Cheonsa memasuki rumah itu.

“Nyonya Han, apakah kalian menginginkan teh hangat?” tawar Shindong ramah yang sudah menjadi kepala pelayan di rumah itu ber-belas belas tahun lamanya, dia bahkan pernah menggantikan popok Tuan Muda-nya itu yang kini sudah berubah menjadi sosok dingin yang tidak berperasaan.

Cheonsa menggeleng dan mengulaskan senyumanya, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menyusul Kyuhyun menyusuri tangga yang melingkar di kedua sisi rumah itu. Dan setelah itu yang terdengar hanyalah amukan Kyuhyun dan tangisan Cheonsa, yang menggema dari dalam kamar mewah tersebut.

Seluruh pelayan mendengar  kejadian itu dengan tatapan khawatir, “Aku berharap bahwa Nyonya Han bisa melewati semua ini.” bisik Shindong dengan pasrah, lalu dia menyuruh semua pelayan yang berada di sana untuk melanjutkan perkerjaan mereka.

Pintu kamar mewah itu kembali terbuka, Kyuhyun keluar dengan rahang yang mengatup keras dan membanting pintu itu dengan kasar sehingga menimbulkan beberapa getaran di sisi-sisi dinding. Semua pelayan kembali membukukan badan mereka ketika Kyuhyun melewati mereka dengan cepat, dan sekali lagi mereka masih bisa mendengar suara isak tangis dari Nyonya-kesayangan mereka dari dalam sana.

***

Lee Donghae melangkahkan kakinya dengan malas, tas ransel besarnya yang berisi segala keperluanya selama merantau untuk mencari uang di Seoul terasa begitu memberati pundaknya sejak tiga hari yang lalu. Dia bahkan belum menemukan tempat untuk beristirahat, karna faktanya biaya hidup di kota besar seperti Seoul sangatlah mahal untuk seorang nelayan miskin dari Mokpo seperti dirinya.

“Sooman Haraboeji seharusnya tidak memasukan jaring ikan ke dalam tas ransel ini, Kakek-kakek itu seharusnya tidak memperlakukan ku seperti balita manis lagi.” Gerutu Donghae, ketika dia mengingat tingkah laku kakek satu-satunya itu yang selalu memperlakukanya seperti balita dan ketika Sooman mendengar bahwa Donghae akan mencari uang di Seoul, Sooman menjerit-jerit tidak setuju dan akhirnya mengizinkan Donghae setelah Donghae mengancam akan bunuh diri.

Donghae tersenyum mengingat tingkah laku Kakek kesayanganya itu, di dunia ini dia hanya mempunyai Sooman setelah orang tuanya meninggal ketika melaut saat dia berumur 12 tahun. Rumah-rumah mewah terlihat menghiasi pemandangan trotoar yang sedang di pijakinya, Donghae terus berjalan dengan perlahan sambil sekali terkagum-kagum dengan kemewahan setiap rumah yang di lewatinya.

Lampu sorot berwarna kuning keemasan, pelataran mewah dengan air mancur di tengahnya, patung dewa-dewi dari Yunani, dan mobil-mobil  dengan merek yang bahkan tidak pernah Donghae dengar sebelumnya. Semua rumah yang di lihatnya selalu mempunyai semua itu, dia tidak pernah mengerti bagaimana seseorang bisa mencetak uang begitu banyak dan membuat surga dunia seperti ini. Dia bahkan hanya bisa memusingkan makanan apa yang bisa di belinya untuk melanjutkan hidupnya.

Donghae menghentikan langkahnya ketika sebuah gerbang besar berwarna coklat tua terbuka dengan otomatis, mengekspos bebas pemandangan pelataran rumah mewah yang satu ini. Sebuah mobil sport mewah keluaran Eropa yang tidak pernah di lihatnya sebelumnya, keluar dari gerbang itu dengan kecepatan di atas rata-rata.

“Woah, mobil itu sangat hebat.” Bisiknya pelan, kemudian dia kembali menatap rumah mewah itu dengan terpesona. Hiasan biru laut dipadukan dengan nuansa classic-modern dan sebuah pancuran air yang menghiasi pelataran rumah itu dengan air berwarna biru laut dan sebuah lambang yang terukir indah dari balok es. “Ocean Dream,” guman Donghae dengan penuh kekaguman.

Dia seperti melihat seluruh impianya terkubur di dalam sana, mimpinya untuk memiliki mobil sport keluaran Eropa tadi, rumah mewah yang selalu di bayangkanya, lalu memiliki sebuah perusahaan yang selalu di mimpikanya sebagai impian samudra, Donghae menemukan semua mimpinya selama ini di dalam gerbang coklat itu.

“Bung, kau terpesona dengan rumah itu?” Donghae menganggukan kepalanya dengan semangat tanpa mengalihkan pandanganya ke arah orang yang bertanya, tapi kemudian dia tersadar dan menatap seorang pria dengan balutan kemeja mahalnya menatapnya dengan dingin. Tidak jauh darinya, Donghae bisa melihat mobil sport impianya tadi terparkir di sisi jalan itu.

“Kau bisa memiliki semua ini,” Donghae tertawa dengan keras setelah mendengar gurauan dari pria kalangan atas yang dia yakini sebagai pemilik rumah mewah tersebut, Donghae menghentikan tawanya setelah dia menyadari bahwa tatapan pria itu semakin tidak bersahabat.

“Kau bisa memiliki apapun di dunia ini, hanya dengan satu syarat.” Ucapnya dengan tenang sambil melempar kunci mobil berlambang kuda  Cavallino Rampante khas Ferrari,  yang di ambilnya dari saku celananya ke arah Donghae yang masih linglung.

Kunci mobil itu sekarang tergeletak di ujung sepatu usang yang di kenakan Donghae, pria bermata dingin itu menunjuk ke arah mobil sport yang berada di belakangnya.

“Ferrari itu sekarang milikmu, dan jika kau tertarik kau bisa membawa mobil mu itu ke dalam sana lalu kita akan bicarakan sisanya.” Ucap pria dingin itu dengan tidak peduli, sambil berjalan dengan tenang menuju pintu gerbang coklat yang masih terbuka lebar dan meninggalkan Donghae yang masih menatap kunci mobil mewah itu dengan tidak berkedip.

***

“Maaf, tapi aku tidak bisa melakukan itu.” Suara tercekat Donghae memecah keheningan di dalam ruangan private yang memiliki perapian di dalamnya. Cho Kyuhyun mengalihkan pandangangnya ke arah Donghae yang masih berdiri di pojok ruangan itu dengan tatapan tajamnya, rasanya Donghae tidak tega untuk mengotori karpet beludru yang berharga jutaan dollar itu dengan sepatu usangnya yang kotor.

“Aku tidak membutuhkan persetujuan mu, aku hanya membutuhkan persetujuan istriku.” Isak tangis kembali terdengar setelah Kyuhyun mengucapkan kata-kata tadi, Donghae terus menundukan kepalanya dengan bingung. Dia sangat menyesali keputusanya untuk masuk ke dalam rumah termewah yang pernah di injaknya selama dia hidup.

“Cheonsa aku membutuhkan jawaban mu.” suara tegas milik Kyuhyun kembali terdengar membuat wanita yang sedari tadi memunggungi mereka di balik sofa Co-Busher itu membalikan wajahnya menatap Kyuhyun dengan tidak percaya, matanya masih di penuhi oleh buliran-buliran air mata yang jatuh di pelupuknya.

Donghae menatap wajah sempurna itu untuk lima detik, rambut berwarna coklat tua di biarkan mengurai indah menutupi bahu dan punggungnya, mata sedalam samudra itu terus menatap suaminya meminta sebuah keringanan, dan tatapanya ketika mereka beradu pandang untuk yang pertama kalinya membuat Donghae kembali menundukan kepalanya dengan gugup.

“Dengar Cheonsa, kau sudah tahu bahwa kita berdua tidak saling mencintai. Aku menikahi mu hanya untuk mendapatkan Ocean Dream, dan kau menikah dengan ku hanya untuk menutupi kelakuan buruk mu di masa lalu. Dan detik ini aku hanya membutuhkan seorang anak dari rahim mu, untuk mendapatkan Ocean Dream sepenuhnya.” Wanita itu menatap Kyuhyun dengan lurus, lalu dia memutuskan untuk bangkit dari sofa mahal itu.

Donghae kembali menatap pahatan malaikat sempurna yang di ciptakan tuhan untuk wanita ini, Han Cheonsa namanya, mulai dari detik ini Donghae harus membiasakan lidahnya untuk mengucapkan nama malaikat itu dengan sempurna.

“Jadi kau ingin tetap memaksakan kehendak mu agar pria asing itu meniduri ku hingga aku hamil, dan setelah itu kau akan mengaku bahwa janin yang berada di dalam perutku adalah anak mu? Aku tidak serendah itu Cho Kyuhyun,” ucap Cheonsa dengan tenang, dia sudah terlatih untuk tidak menarik emosinya keluar setiap kali berhadapan dengan suaminya ini.

“Tentu saja itu akan menjadi anak ku, aku telah membayar pria miskin ini dengan harga yang sangat mahal. Bukankah kita impas?” Cheonsa menatap Kyuhyun dengan tatapan amazing-nya, suami-nya ini baru saja mengdeklarasikan rencananya, bahwa dia akan membayar seorang pria miskin untuk meniduri istrinya hingga hamil dan setelah itu dia akan mengakui janin itu sebagai anaknya untuk mendapatkan Ocean Dream seutuhnya.

“Kau bisa mencari wanita lain untuk melaksanakan ide gila mu ini. Tapi aku tidak serendah itu,” balas Cheonsa dengan dingin kemudian dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu, “Serendah apa yang kau maksud? Serendah ketika kau meniduri kakak angkat mu sendiri yang bernama Choi Siwon? Atau serendah ketika kau memutuskan untuk mencoba bunuh diri setelah mendengar Choi Siwon di nikahkan dengan paksa untuk menutupi aib keluargamu?”

Donghae kembali menunduk setelah mendengar semua itu, ini gila pikirnya. Dia tidak menyangka bahwa di balik semua kemewahan dan kesempurnaan yang di miliki oleh ke dua orang ini, mereka menyimpan banyak amarah dan kekosongan di setiap suara mereka.

Cheonsa menghentikan langkahnya setelah mendengar seluruh perkataan Kyuhyun yang selalu di ucapkanya ketika mereka bertengkar. Cheonsa tidak pernah merasa se-hina ini sebelumnya, biasanya ketika Kyuhyun mulai membawa masa lalu buruknya itu dia hanya akan terdiam menunggu waktu agar menghentikan segalanya.

Tapi kini dia melihat seorang pria yang tidak di kenalnya dengan pakaian usangnya dan wajah yang menunduk dengan dalam, Cheonsa merasa begitu terhina oleh seluruh perbuatan suaminya malam ini. Cheonsa tidak pernah merasa serendah ini sebelumnya, Cho Kyuhyun telah menginjak-nginjak seluruh harga dirinya dan menghempaskanya ke dalam lahar api yang meletup panas.

Cheonsa mengusap sisa-sisa air matanya yang mulai mengering, dia menatap Kyuhyun yang masih menatapnya dengan dingin. “Well, aku tidak serendah itu.” bisik Cheonsa sambil menarik beberapa helai rambut ke belakang kupingnya.

“Tidak serendah ketika seorang suami rela membayar berjuta-juta dollar agar pria lain meniduri istrinya hingga hamil, dan mengakui anak itu sebagai anaknya. Dan tidak serendah di mana seorang suami tidak bisa menghamili istrinya sendiri, hingga harus menyewa pria lain untuk menghamili istrinya.” Lanjut Cheonsa dengan tenang tanpa mengalihkan pandanganya sedikit pun ke arah tangan Kyuhyun yang sudah siap menamparnya.

“Aku akan melakukan permintaan mu ini, aku akan tidur dengan pria mana pun yang kau bayar untuk mendapatkan anak mu.” ucap Cheonsa lagi tanpa memperdulikan rahang Kyuhyun yang sudah mengatup keras, menahan tanganya untuk tidak menampar istrinya itu hingga mengeluarkan darah seperti yang sering dia lakukan ketika mereka sedang bertengkar hebat.

Cheonsa mengulaskan senyuman terbaiknya membuat wajah itu terpahat sempurna sebagai maha karya indah dari tangan tuhan. Cheonsa menatap Donghae yang masih menunduk, kemudian dia mengangkat dagu Donghae dengan satu jarinya. “Siapa nama mu?” tatapan samudra itu kembali menghujam Donghae untuk terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya dia kembali tersadar, dan menatap Cheonsa yang masih menunggu jawabanya.

“Donghae. Lee Donghae.” jawab Donghae dengan nada yang sedikit bergetar, Cheonsa mengangguk merasa cukup dengan jawaban Donghae. Dia lalu menarik engsel pintu yang berada di ruangan private itu, tapi dia kembali menatap Donghae yang masih berusaha mengatur nafasnya.

“Pilihan suami ku tidak buruk juga, besok kita akan memulai semuanya. I’ll see you soon Lee Donghae and it will be better than anything else you can imagine.” Bisik Cheonsa dengan senyuman puasnya ke arah Cho Kyuhyun, lalu menutup pintu itu dengan perlahan.

Meninggalkan Donghae yang masih berusaha menyadarkan semuanya bahwa ini bukan lah mimpi atau sebuah sinetron yang berada di alam mimpinya. Dan sekali lagi untuk malam ini Donghae menundukan kepalanya dengan takut ketika Kyuhyun berjalan keluar meninggalkan ruangan itu, dengan tatapan dinginya dan wajah tanpa ekspresinya.

Donghae mengangkat wajahnya lalu dia menatap ruangan mewah itu yang sudah kosong,  guratan-guratan kemewahan ini nyata bahwa dia sedang tidak bermimpi. Takdir baru saja memputar-balikan kehidupanya hanya dalam satu malam.

***

“Kau bisa membuka pintu itu kan? Tekan tombol biru di sampingnya lalu bilang door open.” Shindong mendengar suara Donghae yang masih kesulitan untuk membuka pintu kamar tamu yang mempunyai sistem otomatis.

Sudah hampir setengah jam dia berada di sini, menunggu nelayan dari Mokpo itu agar bisa membuka pintunya sementara di bawah sana Tuan Muda dan Nyonya Han sudah menunggu Donghae untuk bergabung bersama mereka di meja makan.

Shindong menghela nafasnya dengan lega setelah melihat Donghae tersenyum dengan bangga karna berhasil membuka pintu bersistem teknologi tinggi itu. “Tuan dan Nyonya sudah menunggu mu di bawah,” Donghae mengangguk singkat, matanya masih terpesona dengan luasnya rumah ini.

“Mereka bertengkar hebat semalam, dan pagi ini Cheonsa sudah mengolesi roti untuk Kyuhyun?” Shindong menatap Donghae yang masih mengeluh dengan tidak percaya setelah dia melihat dari ujung sana bahwa hubungan mereka terlihat seperti suami-istri yang begitu harmonis dan di penuhi nada cinta.

“Mereka memang seringkali bertengkar hebat, namun mereka tidak pernah membawa semua kemarahan itu di keesokan harinya.” Donghae mendengar penjelasan dari kepala pelayan yang berada di rumah ini dengan seksama. “Jadi maksudmu mereka selalu menganggap setiap pertengkaran mereka itu tidak pernah ada di keesokan paginya?” Shindong mengangguk, lalu menarik satu kursi yang berada dari dua kursi setelah Cheonsa dan mempersilahkan Donghae untuk duduk di sana.

“More butter?” suara lembut Cheonsa mengalun di ruang makan yang menghadap langsung ke arah kolam renang berbentuk simetris. “Never get enough,” jawab Kyuhyun sambil menaruh roti nya dan membiarkan istrinya itu untuk mengolesi lebih banyak butter. Donghae terus menatap mereka berdua yang masih tidak menyadari bahwa dia sudah berada disana, bahkan kini Donghae sudah mulai mengetuk-ngetukan tanganya di atas meja dengan bosan.

“Aku mendengar bahwa invansi yang berada di Cape Town meningkat?” tanya Cheonsa lalu menarik serbet putih yang berada di sampingnya dan membersihkan bibir Kyuhyun dari serpihan roti. Suaminya itu mengangguk singkat membiarkan Cheonsa membersihkan remah-remah  itu dari mulutnya. “Kau tau kita bisa berlibur ke sana—” ucapan Cheonsa terpotong setelah Kyuhyun menurunkan tanganya dari bibirnya.

“You’re here,” ucap Kyuhyun datar membuat Cheonsa mengalihkan pandanganya ke arah Donghae yang sudah menatap mereka dengan gugup. “Bread, caviar, cereals, or smoke beef?” tanya Cheonsa dengan senyuman sempurnanya itu, Donghae menunjuk dengan asal karna dia belum pernah melihat jenis-jenis makanan yang berada di depan matanya.

“Here you are,” ucap Cheonsa sambil mendorong smoke beef dengan irisan telur dan butiran caviar di atasnya kehadapan Donghae. Cheonsa dan Kyuhyun kembali berbincang tentang masalah invansi tadi, tanpa memperdulikan Donghae yang kini tengah kebingungan melihat begitu banyak sendok dan garpu yang berjejer di samping piringnya.

Donghae mencoba peruntunganya dengan mengunnakan pisau makan yang berada di sisi kirinya, dia kemudian mulai memotong irisan tipis daging sapi itu hingga—

‘CTANG!’

Bunyi keras dari gesekan piring dan pisau tadi membuat ruangan itu menjadi hening seketika, Cheonsa menatap Donghae dengan tatapan menahan tawanya. Tapi kemudian dia segera menarik serbet putihnya dan membersihkan wajah Kyhyun dari lemparan irisan daging yang berasal dari piring Donghae.

“Maafkan aku! Aku benar-benar tidak bermaksud—“ Donghae membungkuk dengan panik ke arah Kyuhyun yang masih menatapnya dingin, tapi dia bisa melihat wajah Cheonsa masih menahan tawanya dengan keras. “Kalian bisa merancang tujuan bulan madu kalian dari sekarang, aku akan menghubungi Cheonsa setelah itu.” jawab Kyuhyun dengan datar, lalu dia menarik jas Armani-nya dan masuk ke dalam Limousine yang berada di depan pelataran rumah mewah itu.

“Bulan madu? Maksudnya?” Cheonsa menatap Donghae yang masih terbingung-bingung dengan semua situasi ini, kemudian dia mengubah tempat duduknya menjadi tepat di samping Donghae. “Ya bulan madu, Kau tidak mungkin kan meniduri ku di depan suami ku?” jawab Cheonsa dengan canggung, pembicaraan intim seperti ini dengan orang asing tentu saja akan membuatnya canggung.

“Kita akan kembali dari bulan madu kita setelah aku dinyatakan positif hamil, dan setelah itu perkerjaan mu akan selesai. Jadi Venezuela atau Roma?” jelas Cheonsa dengan suaranya yang terdengar lebih ringan ketika dia merencanakan honeymoon keduanya kali ini di kedua kota saint itu.

“Mokpo.” Cheonsa menolehkan wajahnya ke arah Donghae yang hanya berjarak beberapa jengkal darinya dengan tatapan bingung. “Mokpo? Di sebelah mana bagian Eropa? Aku belum pernah mendengar kota itu di Eropa.” Donghae tertawa mendengar jawaban polos dari Cheonsa, dia kemudian menjelaskan secara singkat tentang Mokpo dan kehidupanya di sana.

“Jadi kau sangat miskin? Jadi aku harus merasakan kemiskinan mu di sana selama honeymoon kita? Apakah aku akan tetap hidup dengan kemiskinan mu? Apakah aku harus menulis surat wasiat di pengacara ku sekarang?” rentet Cheonsa dengan tidak sabar, sekarang Donghae mengerti mengapa Cheonsa dan Kyuhyun bisa bersama, karena mereka mempunyai tingkat menyebalkan yang sama. Cheonsa menatap Donghae yang masih memperjuangkan pilihanya.

“Baiklah kita akan ke Mokpo. Aku akan mempersiapkan segala kebutuhan kita selama disana.” Jawab Cheonsa sambil berdiri dari samping Donghae, “Kita?” tanya Donghae tidak mengerti, menurutnya dia tidak membutuhkan apapun selama di sana karna memang Mokpo adalah rumahnya jadi Cheonsa tidak perlu repot-repot untuk mempersiapkan kebutuhanya.

“Secara tidak langsung kau adalah suami ku sekarang, dan aku tidak ingin suami baru ku ini membunuh ku dengan kemiskinanya yang mendarah daging.” Jawab Cheonsa dengan santai, yang membuat Donghae mendengus dengan kesal. Tapi dia merasakan desiran aneh ketika Cheonsa menyebutnya sebagai suami barunya.

“Dan—Oh, tidak ada yang pernah berani melakukan hal itu kepada Kyuhyun sebelumnya. Terimakasih telah membuatku tertawa pagi ini, Lee Donghae.” ucap Cheonsa dengan senyuman sempurnanya, meninggalkan Donghae yang masih membeku dengan senyuman sempurna tadi dan suara lembut yang memanggil namanya untuk kedua kalinya.

Lee Donghae.

 

***

Cheonsa mematikan sambungan telfonya dari Kyuhyun setelah dia mengabari suaminya itu bahwa dia baik-baik saja, dia kemudian kembali menatap ruangan kecil yang akan menjadi kamarnya untuk beberapa waktu ke depan. Seharian ini dia sudah merombak habis-habisan barang-barang kumuh milik Donghae yang berada di kamar itu, menyemprotkan pengharum ruangan setiap 5 menit sekali untuk menghilangkan bau amis di kamar ini.

“Ini sudah malam dan kau masih merombak semua barang-barang ku?” tanya Donghae setelah dia kewalahan menghadapi Nyonya besar ini seharian, pagi tadi mereka akhirnya berangkat menuju Mokpo di temani satu container penuh berisi amunisi Cheonsa untuk tetap bertahan hidup di dalam kemiskinan hidup seorang nelayan Mokpo bernama Lee Donghae.

“Ngomong-ngomong bagaimana dengan Kakek-mu?” tanya Cheonsa ketika mengingat cerita Donghae bahwa dia tinggal bersama Kakek-nya di Mokpo, “Aku telah mengungsikanya ke Busan, temanku tinggal disana dan dia cukup berbaik hati untuk menampung Sooman Haraboeji selama kau tinggal disini.” Jawab Donghae dengan sigap, selama di perjalanan menuju ke Mokpo Cheonsa memberikanya semua peraturan yang membuat keningnya berkerut.

Seperti, dia harus mandi 15 kali sehari untuk menghilangkan bau amis di tubuhnya karena Cheonsa ternyata begitu membenci ikan dan tidak pernah memakan Ikan di sepanjang hidupnya. Sekarang Donghae tahu bahwa kelakukan Nyonya Besar  Menyebalkan yang selalu di gambarkan di sinetron itu memang ada.

“Kau tidak tahu seberapa amisnya dirimu, dan semua kehidupan mu, di dalam kemiskinan mu ini.” balas Cheonsa sadis sambil menyemprotkan parfum Dior-nya ke seluruh tubuh Donghae dari atas hingga bawah,  membuat Donghae terbatuk-batuk dan mengerjapkan matanya berkali-kali setelah semprotan parfum mahal itu mengenai matanya.

“Apakah kau sudah mandi?” tanya Cheonsa tanpa memperdulikan Donghae yang masih mengeluh dengan tingkah laku kejamnya seharian ini, “Hamba sudah mandi 15 kali hari ini, sesuai perintah mu Ratu Iblis.” Jawab Donghae yang mendapatkan tendangan kecil di kakinya dari Cheonsa.

“Baiklah kau boleh tidur di sampingku sekarang,” ucap Cheonsa puas sambil melompat ke dalam selimut futon itu dengan senang. “Kau bisa memulainya sekarang,” ucap Cheonsa singkat tanpa menatap wajah Donghae yang masih membeku. Donghae akhirnya kembali tersadar bahwa inilah tujuan Cheonsa sebenarnya ke Mokpo.

“Dari mana?” tanya Donghae gugup menahan agar debaran jantungnya tidak membuatnya mati muda malam ini. “Terserah, aku akan mengikuti permainan mu.” jawab Cheonsa santai sambil mulai membuka kancing baju tidurnya.

“TUNGGU!” teriakan panik Donghae membuat Cheonsa menatapnya dengan kesal, Donghae menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskanya secara perlahan dan melakukanya itu untuk beberapa kali hingga dia mendapatkan ketenanganya.

“Aku belum pernah melakukan itu,” bisik Donghae dengan takut, Cheonsa menatapnya sadis. “Melakukan apa?” tanya Cheonsa sambil kembali mengancingkan bajunya. “Membuat seorang bayi,” dan setelah itu terdengar suara tawa keras Cheonsa yang memenuhi ruangan sempit itu.

“Kita bisa memulainya besok, aku tahu bagaimana perasaan seorang perjaka kadaluarsa seperti mu.” lanjut Cheonsa dengan sisa-sisa tawanya yang membuat Donghae ingin mencekik Nyonya Besar itu hingga puas. Terjadi keheningan beberapa saat di antara mereka setelah mereka memutuskan untuk kembali tidur.

Cheonsa masih menatap langit-langit usang yang menghiasi matanya, “Bagaimana bisa kau hidup miskin seperti ini?” Donghae menolehkan wajahnya ke arah Cheonsa yang sudah berbaring di sampingnya. “Kau sedang mengejek ku?” tanya Donghae yang di balas oleh gelengan singkat dari Cheonsa.

“Aku hanya sedang bertanya, bagaimana kau bisa bertahan?” Donghae kali ini tersenyum mendengar pertanyaan polos dari Cheonsa. Dia memberanikan diri untuk menarik Cheonsa ke dalam pelukanya, menurutnya ini adalah sebuah pemanasan yang harus di lakukanya sebelum mereka melanjutkan ke tahap berikutnya.

“Jadi kau sudah di beritahu suami ku tentang hal ini?” Donghae mengerutkan keningnya, kemudian dia merendahkan kepalanya untuk menatap Cheonsa yang sudah berada di dalam pelukanya. “Kyuhyun akan selalu menarik ku ke dalam pelukanya hingga aku tertidur, tidak peduli jika kami sedang bertengkar hebat atau tidak, dia akan selalu memeluku.” Jelas Cheonsa sambil memejamkan matanya.

“Kenapa dia harus memelukmu?”

“Karna aku selalu mempunyai ketakutan bahwa aku tidak akan pernah bisa membuka mataku lagi, tapi mendengar detak jantung seseorang akan membuatku percaya bahwa aku akan baik-baik saja dalam tidur ku. Kau bisa menganggap ku bodoh sekarang.” Jelas Cheonsa diringi kekehan kecilnya.

Donghae terdiam mendengar penjelasan Cheonsa, dia lalu menatap Cheonsa yang sudah memejamkan matanya. “Bagaimana kau bisa bertahan?” bisik Donghae di telinga Cheonsa. “Bagaimana kau bisa bertahan dengan Kyuhyun selama ini?” bisik Donghae mengulang pertanyaanya tadi lebih jelas.

“Keadaan yang memaksaku untuk bertahan.” Jawabnya singkat, Donghae tersenyum dan mengangguk. “Ya, sama seperti mu, keadaan lah yang memaksaku untuk bertahan dalam kemiskinan seperti ini.” balas Donghae sambil mengeratkan pelukanya untuk melingkari tubuh kecil Cheonsa.

“Boleh aku berkomentar tentang keadaan mu?” tanya Cheonsa tanpa membuka matanya.

“Silahkan,” jawab Donghae tenang.

“Keadaan mu sangat menyedihkan. Bagaimana bisa kau mempunyai luas rumah yang besarnya lebih kecil dari kamar mandi ku?”

“YA!! Dasar orang kaya kurang ajar!!”

–

I can’t make my own decisions
Or make any with precision
Well, maybe you should tie me up
So I don’t go where you don’t want me—Playing God

 

 –

-TOBECONTINUE-

 

[181112]

 

-READ FULL STORY ONLY ON BOOK AND E-BOOK, BUY NOW!-

 

LOVE IT. MEAN IT.