|Unintended| [1/?]

 

 

 

Some people have mastered the art of crying with one eye and laughing with the other.

 

 

 

Lauven

Belgium

 

“Something worth dying for, he is my everything.” Han Cheonsa menarik nafasnya dengan berat setelah tatapan Kyuhyun menilainya dari sudut meja yang di balut oleh kain sutra termahal di Lauven. “Setuju atau tidak setuju aku akan tetap kembali ke Korea,” Kyuhyun mendengarkan kata-kata Cheonsa dengan ekspresi datarnya. Dia tidak terlalu menyukai topik pembicaraan yang berat saat mereka berdua tengah menikmati waffle khas Belgia di pagi hari seperti saat ini.

“Lalu aku akan dengan senang hati menemani kekasihku kembali ke sana, bukankah itu terdengar sangat romantis?” Kyuhyun bisa merasakan bahwa suaranya sedikit meninggi setelah melihat ekspresi wanita dengan tatapan samudra itu menatapnya dengan tidak setuju. “Aku mohon, mental Jun sedang terguncang dan aku tidak ingin kehadiranmu di Seoul memperburuk semuanya. Aku akan kembali secepatnya ketika kondisi Jun telah membaik.” Jelas Cheonsa dengan tegas.

“Apa jaminan yang bisa kau berikan bahwa kau akan kembali ke Lauven untuku?” suara Kyuhyun terdengar sangat tenang sehingga Cheonsa tahu bahwa pria ini menginginkan sesuatu yang lebih untuk mengikatnya detik ini, sesuatu yang selalu Cheonsa hindari selama empat tahun mereka menetap di Lauven.

“Aku tidak bisa membiarkanmu pergi tanpa sebuah jaminan, aku tahu siapa yang aku hadapi Han Cheonsa dan kau tahu siapa yang kau hadapi.” Cheonsa kembali menarik nafasnya, dia memejamkan matanya sebentar lalu kembali membukanya, menatap Cho Kyuhyun yang masih menunggu jawabanya di balik sorot dingin itu.

“Aku akan bertunangan denganmu Cho Kyuhyun.”

 

***

Seoul

 

Lee Hyukjae menutup puluhan berkasnya dan menatap sahabatnya, Lee Donghae dengan tatapan tidak percaya. Apa yang baru saja dia dengar sama sekali bukanlah jenis gurauan di akhir minggu yang selalu dilayangkan Donghae ketika tim rugby kesayangan mereka kalah. “Kau tidak gila, kan?” tanyanya sekali lagi, sementara Donghae hanya menatapnya dengan serius.

“Ini adalah satu-satunya jalan agar Jun bisa terlepas dari tekanan mentalnya, psikolognya menyarankan agar Jun mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya dan merasakan hubungan kondusif antara dia dan Ibu-nya.“ Donghae menjelaskanya dengan cepat sehingga Eunhyuk harus memastikan bahwa hari ini bukanlah April Mops atau hari lelucuan lainya.

“Lalu apa bagian terburuknya?” tanya Eunhyuk ketika melihat wajah Donghae semakin muram. “Aku harus menjalin hubungan yang harmonis dengan tinggal bersamanya dalam satu rumah, membuat rekontruksi ulang sebagai keluarga yang bahagia untuk Jun.” Eunhyuk mengeluh tidak setuju, wanita yang akan Donghae hadapi ini adalah wanita yang kehilangan fungsi hatinya.

Wanita yang benar-benar menghancurkan kehidupan seseorang begitu dalam dengan tatapan samudranya.

Dia masih ingat bagaimana hancurnya sahabatnya itu ketika semuanya terjadi, Donghae harus menjalani 32 terapi bersama psikolognya untuk mencegahnya dari rasa depresi yang berlarut-larut—beruntung Donghae tidak bunuh diri, karena kondisinya saat itu sangat parah. Atau mungkin dia tidak mengakhiri hidupnya hanya karena Jun masih ada di dunia ini.

“Tapi kau akan menyakiti dirimu sendiri dengan semua ini,” bisik Eunhyuk dengan suara rendahnya, menatap Donghae yang masih memalingkan tatapanya ke arah jendela besar di ruangan kerja khas executive tersebut. “Aku tahu, dan aku telah siap untuk merasakan kehancuran itu kembali.”

 

***

 

Philip Han menghentikan Wrangler hitamnya tepat disebuah rumah mewah yang sangat dikenali Cheonsa seluk beluknya, di sampingnya, William, adik tiri Cheonsa yang berumur sembilan tahun menatapnya dengan tatapan menggoda. “Jadi seperti apa tampak adegan dari mantan suami yang telah bercerai karena perselingkuhan dari pihak sang istri?” Philip menahan tawanya ketika Cheonsa mencekik William dengan senang hati.

“Besok Bentley mu akan datang, Dad telah membelikanya untukmu selama kau berada di Seoul.” Cheonsa mengangguk singkat mendengar kata-kata Ayah nya yang masih memperlakukanya seperti anak kecil. Wiiliam menurunkan kaca mobil lalu menatap Cheonsa sebentar, “Hey Han, kau bisa menghubungiku kapanpun kau merasa membutuhkan seorang pendengar. Don’t be so hard on you, I love you!” Cheonsa tersenyum mendengar kata-kata William sebelum mobil itu melaju meninggalkanya.

“I love you too Will!” balas Cheonsa dengan senyuman lebarnya. William memang bukan saudara kandungnya, karena pernikahan Ayah-nya dan Ibu nya kandas ketika Cheonsa berumur delapan tahun hingga akhirnya Philip menemukan Nitchare Claire seorang wanita berdarah Skotlandia yang sangat cantik dan menyayangi Cheonsa.  Dia sangat menyayangi William seperti William menyayanginya.

Lee Donghae menatap semua itu dari jendela yang berada di lantai dua, dia memperhatikan sosok itu dengan perlahan. Rambut coklat nilonya yang selalu bergelombang indah, jari-jari lentik-nya yang telah menghasilkan puluhan gedung megah di seluruh dunia, dan matanya yang sedalam samudra selalu mampu membius semua orang dengan ketenangan dari balik sosok sempurna yang tidak pernah memperlihatkan kelemahanya tersebut.

Han Cheonsa masih terlihat sebagai sebuah pahatan terindah dari kekejaman seorang malaikat di mata Donghae.

Cheonsa menarik nafasnya dalam-dalam sebelum dia memencet bel rumah itu, bayangan tentang kejadian masa lalu terus mengerubunginya. Adegan-adegan  empat tahun yang lalu, dimana dia meninggalkan rumah ini untuk terakhir kali akan terus terekam di dalam memori otaknya. “Anda pasti Nona Han?” suara ramah itu membuyarkan Cheonsa dari pikiranya, seorang wanita setengah baya membungkuk dengan hormat sebelum dia menunjukan Cheonsa ke kamarnya yang berada di lantai dua.

“Tuan Donghae tengah menjemput Jun di sekolah, mereka akan segera kembali.  Tuan Donghae berpesan bahwa makan malam akan dimulai pukul—“ suara pelayan itu terputus ketika Cheonsa melanjutkan perkataanya, “Makan malam akan dimulai pukul delapan, karena Tuan Donghae membutuhkan waktu satu jam untuk menyaksikan BBC News dan pergerakan sahamnya.” Pelayan itu sedikit terkejut mendengar kata-kata Cheonsa tadi, “Nona, bisa memanggilku Yamano. Aku tinggal—“

“Kau tinggal di mess kecil yang berada di belakang taman rumah ini, dan jika aku membutuhkan sesuatu aku bisa memanggilmu melalui intercom yang berada di setiap kamar. Aku tahu karena aku yang merencanakan pembangunan mess itu ketika aku men-design rumah ini.” jelas Cheonsa dengan senyuman ramahnya, dia selalu senang dengan keahlianya mengingat seluk beluk rumah ini. Dia selalu senang mengingat apa saja yang pernah dia lakukan dirumah ini, sebelum kejadian itu kembali menghantui pikiranya.

Cheonsa menatap langit-langit dengan backdrop kayu pinus yang selalu disukainya, ini adalah kamar tamu yang dia rancang beberapa tahun yang lalu dan dia tidak pernah membayangkan bahwa sekarang dia yang menempati ruangan ini. Dia adalah tamu disini bukan Nyonya Lee dirumah ini lagi. Suara deru mobil Aston Martin dari garasi yang terbuka secara otomatis, membuat Cheonsa mengalihkan pandanganya ke arah jendela.

Dia kembali menarik nafasnya, “Dia menunggku datang dan dia masih tidak ingin bertemu denganku.”

 

***

 

Donghae bisa mendengar langkah itu, detik-detik yang selalu dihindarinya selama ini tiba juga. Pertemuanya kembali dengan Han Cheonsa setelah kehancuran besar yang wanita itu ciptakan di dalam kehidupanya. Dia masih belum mau menatap mata itu, tanganya sengaja disibukan dengan dentingan sendok dan garpu dari makanan yang tidak disentuhnya sama sekali.

Makan siang yang buruk, seharusnya dia tidak usah kembali ke rumah ini hingga larut malam dengan begitu dia tidak perlu menemui wanita ini. Dia sedikit menyesali keputusanya ketika menolak ajakan Jun untuk makan siang di luar sebelum dia kembali ke kantornya.

“Tuan, Nona Han berada disini.” Ucap Yamano dengan sopan ketika tidak ada satupun dari Donghae atau Jun yang mau mengalihkan pandanganya ke arah Cheonsa yang masih berdiri di depan meja makan itu.

Jika normalnya orang lain akan merasa bahwa kehadiranya tidak di harapkan, Cheonsa justru tidak perduli dengan semua itu. Dia bukanlah wanita yang sensitif yang akan menangis meraung ketika dihadapkan oleh sebuah penolakan dan kebencian. Han Cheonsa bukan wanita seperti itu. Dia terbuat dari sesuatu yang tidak bisa dihancurkan.

Dia masih berdiri disana,  mencoba bersikap sopan di hadapan Donghae dengan memasang ekspresi wajah seakan tidak ada yang terjadi di antara mereka–seakan dia tidak pernah menghancurkan kehidupan pria itu. Atau mungkin dia hanya bersikap brengsek karena tidak menunjukan rasa bersalah sama sekali.

Jun mengangkat wajahnya dan menatap Cheonsa, “Kau siapa?” suara datar Jun memecah keheningan di ruangan itu. Donghae menatap Jun dengan terkejut, biasanya Jun akan tetap bersikap sopan terhadap siapapun dan karena ini adalah Ibu-nya, Han Cheonsa wanita yang terakhir kali Jun temui ketika dia berusia empat tahun. Jun tidak mungkin melupakan sosok penting itu begitu saja.

“Jun dia Ibu-mu, ayo ucapkan salam kepada Ibu-mu.” ujar Donghae dengan suara yang dia usahakan terdengar senormal mungkin. Cheonsa berdiri terdiam disana menunggu pelukan hangat atau hanya sekedar sapaan singkat dari putranya. “Aku tidak pernah memiliki sosok Ibu seperti dia.” Lanjut Jun bersama tatapan dinginya sebelum dia meninggalkan meja makan dengan membanting sendok dan garpu yang berada di tanganya ke atas piring.

“Jun!” ucap Donghae lalu mengejar Jun menuju kamarnya, dan saat terakhir dia menolehkan wajahnya ke arah Cheonsa, wanita itu masih berdiri terdiam dengan tatapan samudranya yang begitu kokoh.

Membiarkanya sendirian dengan tatapan tak tersentuh tersebut. Entah apa yang bisa menghancurkan tatapan samudra tersebut, pikir Donghae.

 

***

 

From: William Han

Received an hour ago.

Barbie, how’s the dinner? Nitchare and Phils keeps asking me how’s the dinner last night.

 

–

 

In Reply To: William Han

Sent a minute ago

Gone bad for Barbie. I’ll text you back later.

 

Cheonsa menaruh iPhone-nya ke dalam saku kecil yang berada di dress- MaxMara nya. Ketika mendengar Yamano mengetuk pintu kamarnya dan berkata dengan sopan bahwa Donghae dan Jun tengah menunggunya di bawah untuk sarapan. Jangan tanya bagaimana makan malam pertama mereka kemarin berjalan. Setelah acara makan siang mereka yang berjalan dengan sangat buruk, Donghae pulang enam jam lebih larut dari yang diramalkan, Jun mengunci pintu kamarnya dan memainkan Guitar Hero dengan volume yang sangat keras sehingga pendengaran Cheonsa sedikit berdengung.

Dia berbaik hati menunggu Donghae pulang, dengan alasan bahwa—jika dia ingin bertahan di dalam rumah ini lebih dari tiga hari, dia harus memulai hubungan friendly dengan mantan suaminya. Tapi yang dia dapatkan adalah Donghae datang dengan seorang wanita di pelukanya, dan itu cukup membuat Cheonsa menutup mulutnya dan kembali ke kamarnya diam-diam.

Benar-benar makan malam yang buruk untuk Barbie.

Cheonsa bisa meramalkan suasana apa yang akan terjadi pagi ini ketika dia duduk meja makan dan mulai mengolesi Croissant nya dengan butter dari  Echiré dan setumpuk penolakan penuh kebencian dari Jun.

“Good morning,” suara Cheonsa memecah keheningan disana, tidak ada satupun dari mereka yang menjawab sapaan Cheonsa sehingga dia memutuskan untuk menarik salah satu kursi terjauh dari Donghae dan Jun lalu mulai mengambil Croissant-nya. “Ayah, aku akan menunggumu di mobil.” Seru Jun lalu mengambil tas backpack-nya dan berjalan meninggalkan mereka berdua.

Ada begitu banyak pertanyaan yang kini tengah berputar di kepalanya, menunggu untuk diluncurkan. Salah satunya, apakah wanita yang dipeluk mantan suaminya kemarin malam masih ada di dalam kamar mereka? Apa pekerjaan wanita itu? Apa yang membuat Donghae tertarik denganya? Apakah wanita itu jauh lebih baik dari dirinya?

Pertanyaanya terakhir benar-benar terdengar memalukan—bahkan hanya untuk didengarnya sendiri. Wanita itu jelas lebih baik dibandingkan denganya, mungkin.

“He’s more way taller than before, I guess you are doing well.” Dia bersyukur akhirnya kata-kata itu yang terpilih meluncur dari bibirnya, bukan pertanyaan bodoh yang diurutnya dari dalam kepala. Donghae terdiam mendengar kata-kata Cheonsa, ini adalah kali pertama dia mendengar suara wanita itu berbicara kepadanya setelah kejadian empat tahun yang lalu.

“Kau pasti telah melalui banyak waktu sulit untuk membesarkanya sendirian,” Donghae masih tidak bersuara, otaknya terus memutar kejadian-kejadian dimana wanita itu menghancurkan pondasi kehidupan sempurnanya.

“I’m sorry for leaving you in hard times,” Donghae tersenyum kecut mendengar kata-kata Cheonsa yang terdengar sangat basa-basi. “I don’t need you either.” Suara Donghae terdengar sedikit bergetar ketika mengucapkanya sementara Cheonsa tetap dengan ekspresi setenang samudra-nya. “Aku akan pulang sedikit larut malam ini, jangan menungguku untuk memulai makan malam. Kau bisa menjemput Jun di sekolahnya siang ini, dan bersikaplah sehangat mungkin denganya.” Cheonsa menganggukan kepalanya.

Cheonsa menatap Donghae yang kini tengah mengambil jas hitamnya dan sekali lagi dia memberanikan diri untuk menatap langsung wajah sempurna itu. “Hapuskan tatapan dingin itu dari matamu selama bersama Jun.” Bisik Donghae dengan suara rendahnya.

 

***

 

Jun menatap sosok sempurna di hadapanya dengan tidak senang, sementara teman-temanya menatap Cheonsa dengan takjub. Diantara mereka berbisik-bisik menanyakan siapa wanita cantik yang tiba-tiba tersenyum lembut ke arah Jun di depan Bentley hitamnya, “Lihat siapa yang menjemput mahluk purba itu hari ini.” desis seseorang dari kelasnya diikuti senyuman mengejeknya ketika melewati Jun yang masih berdiri disana.

Dia tidak pernah memiliki seorang teman pun selama dia bersekolah, orang-orang menganggapnya sebagai sosok yang aneh karena dia tidak pernah mau berbaur atau melakukan interaksi dengan yang lainya. Satu-satunya yang mereka tahu adalah, Jun terlahir dari keluarga yang sangat kaya dan dia memiliki Ayah yang sangat tampan namun dia tidak memiliki seorang Ibu. Itu membuat Jun menjadi bahan ejekan di kelasnya.

“Ayah-mu tidak bisa menjemputmu hari ini, dan dia memintaku untuk menjemputmu—Jun!” Cheonsa berlari dengan cepat ketika Jun berjalan ke arah pemberhentian bus. “Kau bisa berhenti mengikutiku, aku tidak membutuhkanmu.” Bisik Jun dengan dingin, “Jun, aku tidak bisa membiarkanmu pulang sendiri. Ayahmu akan sangat marah denganku—“

“Kau hanya mengkhawatirkan tentang presepsi Ayahku kepadamu, kau bukan mengkhawatirkanku.” Cheonsa memejamkan matanya dengan frustasi, entah bagaimana Jun tumbuh mewariskan sifat buruk dan arogansinya. Empat tahun benar-benar bisa mengubah sosok putranya yang selalu tersenyum hangat menjadi sosok yang berada di hadapanya detik ini.

“Jun Ibu sangat mengkhawatirkanmu—“

“Kau bukan Ibu-ku, aku tidak pernah mempunyai seorang Ibu.—“

Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam. Mungkin terkejut mendengarnya. Cheonsa menjauh dari Jun dalam satu langkah, dia begitu terkejut mendengarnya, mendengar bahwa putra tunggal-nya bisa mengatakan hal itu. Dia tidak menyalahkan Jun, bahkan dia merasa bahwa semua ini adalah kesalahanya. Merusak putranya sendiri.

Sementara Jun terlihat tidak kalah terkejutnya dia bisa mengeluarkan kata-kata kasar itu dari mulutnya. Selama ini Ayahnya selalu mengajarinya bagaimana caranya memperlakukan Ibunya dengan penuh kasih sayang, walaupun Ibunya tidak pernah bersamanya. Dan mungkin jika mendengar akan hal ini Ayahnya tidak akan menyukainya.

Tidak seperti yang dia duga, bukanya kemarahan dari Cheonsa, wanita itu justru menundukan wajahnya—seakan tengah menelan kemarahanya dalam satu tarikan nafas, sebelum kembali menatap Jun dan tersenyum. “Baiklah, aku akan naik bus bersamamu. Aku bahkan rela meninggalkan Bentley itu untukmu.”

Fuck Bentley, my son is more important.

Jun terlihat tidak terlalu menghiraukan pengorbanan Cheonsa membuang Bentley-nya di sisi jalan. Jun mengambil tempat duduk paling belakang, meninggalkan Cheonsa yang masih sibuk berjalan diantara desakan penumpang lainya dengan wajahnya yang sedikit jengkel. Han Cheonsa adalah jenis wanita yang dibesarkan dalam hangatnya jok Bentley dan mewahnya Bugatti, bukan bus umum.

Dengan susah payah akhirnya dia berhasil duduk disamping Jun, walaupun harus melewati pertarungan mata antara penumpang yang menyerobot kursinya, sebelum akhirnya penumpang itu pergi meninggalkan kursi itu setelah melihat mata Cheonsa yang bisa membunuh orang hanya dengan tatapanya.

“Kau tahu Jun, ini adalah pertama kalinya di dalam hidupku menggunakan transportasi umum—benar-benar pengalaman yang menyenangkan.” Seru Cheonsa dengan suara yang dipaksakan—meskipun nyatanya dia tengah jengah setengah mati, karena penumpang disebelahnya terus menarik blouse Chanel-nya sebagai pegangan ketika bus itu berhenti mendadak.

“Jika kita berteman—“

“Aku bukan temanmu.” Potong Jun sebelum Cheonsa bisa berkhayal bahwa dia dan Jun bisa berteman. “Jika kita berteman, aku tahu kedai ice cream yang enak disekitar sini. Kita bisa pergi bersama sebagai teman.” Tawarnya dengan senyuman yang sekarang terlihat lebih santai dari sebelumnya, dia bahkan sudah tidak memperdulikan lagi bagaimana kondisi blouse Chanel nya sekarang. Berteman dengan Jun adalah prioritas utamanya.

“Aku bisa mengabulkan apapun yang kau mau—aku bisa memberikanmu XBOX dan segudang permen. Aku bisa mengabulkan semua yang di larang Ayahmu, bukankah itu menyenangkan?” bujuknya tanpa memperdulikan Jun yang masih menganggapnya tidak ada. Dia bisa mengabulkan semua larangan Donghae jika itu bisa memenangkan sedikit hati Jun. Dia tahu bagaimana disiplinya Donghae dalam berbagai hal dan tanpa sadar itu membuatnya menjadi seorang control-freak yang menyebalkan untuk Cheonsa.

Belum sempat Cheonsa melanjutkan seluruh tawaran menggiurkanya, handphone di saku jeans-nya sudah berdering. Dia menatap layar itu untuk beberapa saat sebelum menjawabnya. “Ya, aku sudah berada di Seoul, dan aku lupa menghubungimu karena aku sangat sibuk disini.” Jun menatap wajah Ibunya yang berubah menjadi serius, dia memang belum mau mengaku Cheonsa sebagai Ibunya tapi tidak ada salahnya mencoba. Lagipula wanita ini sudah mengorbankan Bentley-nya untuk dirinya, dan dia terlihat menyenangkan walaupun Jun masih membencinya.

“For god’s sake Cho Kyuhyun! I’m just babysitting my son in a fucking bus and you accused me making an affair with my former husband?” Jun menatap beberapa orang yang menoleh ke arah mereka karena mendengar suara Cheonsa meninggi, dia bisa mendengar suara seorang pria yang tengah berteriak marah di balik telefon itu.

“Dengar, setelah semua ini berakhir aku akan kembali meninggalkan mereka untukmu dan kau tak perlu mengkhawatirkan semua itu.” Jun dengan jelas mendengar kata-kata itu keluar dari bibirnya. Dia akan meninggalkanya lagi. Meninggalkan Ayah dan dirinya lagi. Jun bangkit dari kursi itu tanpa memperdulikan Cheonsa yang masih menyelesaikan pertengkaranya dengan Kyuhyun di saluran telefonya tanpa menyadari bahwa Jun telah menghilang darinya.

Cheonsa menutup telfonya dengan suara kasar dari Kyuhyun di ujung sana. Dia menarik nafasnya dengan panjang, berharap bahwa dia bisa terbang ke Lauven detik ini hanya untuk mengatasi seluruh ketakutan Kyuhyun, bahwa dia tidak akan meninggalkanya untuk kembali kepada Donghae.

Matanya melirik ke arah samping dan menemukan kursi itu sudah kosong. Samar-samar dia bisa mendengar pemberitahuan pemberhentian selanjutnya melalui pengeras suara yang berada di langit-langit bus itu. Matanya menelusuri seluruh ruang di bus itu sebelum matanya menangkap sesosok anak kecil berumur tujuh tahun dengan rambut coklat tuanya meninggalkan bus itu.

Dia berlari dengan panik menembus kerumunan penumpang yang menghalangi jalanya, beraharap agar dia bisa melompat keluar dari bus itu sebelum pintunya tertutup. Matanya tidak henti-hentinya mengunci pandanganya pada sosok putranya yang berjalan menjauh meninggalkan bus itu. Belum sempat dia berhasil keluar, pintu bus itu sudah tertutup secara otomatis dan bus itu kembali berjalan meninggalkan putranya di luar sana.

“JUN!!!”

Dia baru saja kehilangan putranya di dalam pengawasanya, dan dia yakin bahwa mantan suaminya tidak akan menyukai tentang hal ini—mengetahui bahwa putra kesayanganya menghilang dari pengawasan wanita yang paling dibencinya.

Dia tidak akan menyukai semua ini.

Lee Donghae tidak akan menyukai semua ini.

-TOBECONTINUE-

 

 

 

 

 

Introduction Newborn Cast!

Lee Jun

 

 

 

 

 

***

 

 

Hai! Akhirnya setelah iseng-iseng buka folder beckhamlovesbadda akhirnya ditemukan juga FF lama yang belom tayang, so here it is I’m back! (untintended. It means I’m not fully plannned for writing this, and could out off field anytimes. but i’m trying to finish this one.) FF ini belum ada lanjutanya, yes I like to keep the words fresh from the sea hihi lanjutanya sendiri bakal dibuat kalo yang baca banyak dan responya bagus dengan memberikan tanggapan lewat kolom komen. I’m here reading your comments 🙂

p.s: likes ga termasuk please—x for givenchy’s sake i need your comment not your thumb likes xx #yesiamcomplaining

 

Your First Lady

 

LOVE IT. MEAN IT.